0 comments

Renungan Di Musim Kemarau

Published on Tuesday 19 March 2013 in

Ketika Hujan Tidak Turun (Renungan Di Musim Kemarau)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam hadits yang panjang tentang 5 dosa besar yang membinasakan, bersabda:
...وَلَمْ يَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ ، إِلاَّ أُخِذُوا بِالسِّنِينَ ، وَشِدَّةِ الْمَئُونَةِ ، وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ ، وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلَّا مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنَ السَّمَاءِ ، وَلَوْلَا الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا... أخرجه ابن ماجه و غيره
”…Tidaklah mereka mengurangi takaran dan timbangan kecuali akan ditimpa paceklik, susahnya penghidupan dan kezaliman penguasa atas mereka. Tidaklah mereka menahan zakat (tidak membayarnya) kecuali hujan dari langit akan ditahan dari mereka (hujan tidak turun), dan sekiranya bukan karena hewan-hewan, niscaya manusia tidak akan diberi hujan….”(Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (2/1322) no. 4019, Abu Nu’aim, al-Hakim dan yang lainnya. Dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah (2/370) no. 4009)dan Silsilah ash-Shahihah.
Segala puji bagi Allah, Dzat Yang Mengabulkan do’a orang-orang yang berada dalam keadaan darurat, dan menghilangkan kesusahan orang-orang yang tertimpa kesusahan. Semoga Shalawat dan Salam senantiasa tercurah atas Nabi kita Muhammad, keluarga, para Shahabat dan orang-orang yang mengikuti beliau dengan baik hingga hari pembalasan. Amma ba’du:
[
Sesungguhnya di antara hikmah Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah tidak menjadikan hamba-hamba-Nya monoton berada dalam satu keadaan saja, akan tetapi Dia Subhanahu wa Ta'ala mengatur keadaan mereka dengan kesempitan (kesusahan) dan kelapangan, dan menguji mereka dengan kebahagiaan dan kesusahan supaya mereka menghadap kepada-Nya dan merengek-rengek di hadapan-Nya. Dia berfirman:

"وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ".
”…Dan Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan(yang ssebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Anbiyaa’: 35)
Wahai saudara-saudara sekalian yang tercinta, manusia dan makhluk hidup yang lain tidak bisa lepas dari ketergantungannya terhdap hujan, sehingga tanpa air semuanya akan mati. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"وَجَعَلْنَا مِنْ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ"
”… Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup… .” (QS. Al-Anbiyaa’: 30)
Maka perhatikanlah keadaan anda, tanpa air anda akan mati kehausan, tumbuh-tumbuhan yang anda makan hanya tumbuh dan hidup dengan air, daging-daging dari binatang yang anda makan juga hidup dengan air. Maka, tanpa air semuanya akan mati. Maka betapa banyak kita butuh untuk mengetahui nimat-nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala atas kita yang ada dalam air agar kita bisa menjaganya. Allah Subhanahu wa Ta'ala menjelaskan hal itu dalam kitab-Nya dengan firman-Nya:
"الَّذِي جَعَلَ لَكُمْ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنْ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنْ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَندَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ"
” Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 22)
Jika air berasal dari sisi Allah, apakah Dia Yang Mahapemurah akan menahannya dari suatu kaum yang mentaati-Nya? Tidak, demi Allah tidak. Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berjanji dan Dia tidak pernah mengingkari janji-Nya dengan frman-Nya:
"وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنْ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ"
” Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’raaf: 96)
Dan dengan firman-Nya:

"وَأَلَّوْ اسْتَقَامُوا عَلَى الطَّرِيقَةِ لَأَسْقَيْنَاهُمْ مَاءً غَدَقًا"
” Dan bahwasanya: jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rizki yang banyak) .” (QS. Al-Jin: 16)
Dan berkaitan dengan “terlambatnya hujan” yang menyebabkan kekeringan di sebagian daerah di negeri kita, maka ada beberapa hal yang perlu kita renungankan bersama:
Renungan Pertama:
Sesungguhnya manusia jika mengeluhkan tentang kemarau negeri mereka dan “terlambatnya hujan” dari waktu turunnya, maka yang paling tepat bagi mereka adalah mencari tahu sebab-sebab hal tersebut agar mereka menjauhinya. Dan sesungguhnya di antara sebab terbesar dari “terlambatnya hujan” adalah lalainya manusia dari beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, kerasnya hati mereka disebabkan kotoran yang menempel padanya berupa dosa dan maksiat, sikap peremehan mereka dalam merealisasikan keimanan dan takwa serta, lalainya (kurang seriusnya) mereka dalam menunaikan shalat dan membayar zakat.
Maka durhaka (maksiat) terhadap Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah sebab paling mendasar dalam setiap musibah yang menimpa manusia, baik dalam skala pribadi maupun masyarakat. Dosa-dosa telah membinasakan ummat-ummat terdahulu yang hidup sebelum kita, dan ia juga akan membinasakan kita sebagaimana telah membinasakan mereka, jika kita tidak meninggalkannya dan bertaubat.
Wahai kaum Mu’minin sekalian, mari kita dengarkan sabda Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, yang mana beliau berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar para Shahabat beliau tidak menjumpai zaman di mana perbuatan keji (zina) tersebar dan dilakukan dengan terang-terangan, takaran dan timbangan dikurangi, dan zakat ditahan (tidak ditunaikan), sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu 'anhuma:
(يا معشرَ المهاجرين، خمسٌ إذا ابتُليتم بهنّ وأعوذ بالله أن تدركوهنّ: لم تظهر الفاحِشة في قومٍ قطّ حتى يعلِنوا بها إلاّ فشا فيهم الطاعون والأوجاعُ التي لم تكن مضَت في أسلافهم الذين مضَوا، ولم ينقُصوا المكيالَ والميزان إلاّ أخِذوا بالسِّنين وشدَّة المؤونةِ وجَور السلطان عليهم، ولم يمنَعوا زكاة أموالهم إلاّ منِعوا القطرَ من السماء ولولا البهائم لم يمطروا، ولم ينقُضوا عهدَ الله وعهد رسولِه إلاّ سلَّط الله عليهم عدوًّا من غيرهم فأخذَ بعضَ ما في أيديهم، وما لم تحكُم أئمّتهم بكتابِ الله ويتخيَّروا ممّا أنزل الله إلا جعَل بأسَهم بينهم) رواه ابن ماجه وصححه الحاكم
”Wahai sekalian kaum Muhajirin, ada lima hal yang jika kalian terjatuh ke dalamnya –dan aku berlindung kepada Allah supaya kalian tidak menjumpainya- (niscaya akan turun kepada kalian bencana): (1)Tidaklah nampak zina di suatu kaum, sehingga dilakukan secara terang-terangan kecuali akan tersebar di tengah-tengah mereka tha’un (wabah) dan penyakit-penyakit yang tidak pernah menjangkiti generasi sebelumnya, (2)Tidaklah mereka mengurangi takaran dan timbangan kecuali akan ditimpa paceklik, susahnya penghidupan dan kezaliman penguasa atas mereka, (3) Tidaklah mereka menahan zakat (tidak membayarnya) kecuali hujan dari langit akan ditahan dari mereka (hujan tidak turun), dan sekiranya bukan karena hewan-hewan, niscaya manusia tidak akan diberi hujan, (4)Tidaklah mereka melanggar perjanjian mereka dengan Allah dan Rasul-Nya, kecuali Allah akan menjadikan musuh mereka (dari kalangan selain mereka; orang kafir) berkuasa atas mereka, lalu musuh tersebut mengambil sebagian apa yang mereka miliki, (5) Dan selama pemimpin-pemimpin mereka (kaum muslimin) tidak berhukum dengan Kitabullah (al-Qur’an) dan mengambil yang terbaik dari apa-apa yang diturunkan oleh Allah (syariat Islam), melainkan Allah akan menjadikan permusuhan di antara mereka.” (HR. Ibnu Majah dan Al-Hakim dengan sanad shahih. Dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah)
Dan obat dari itu semua adalah taubat dan istighfar. Maka musibah kita adalah disebabkan dosa-dosa kita dan obatnya adalah Istighfar. Dan kita tidak ingin saling menyalahkan, sehingga si pedagang datang dan berkata:”Kami tidak diberi hujan karena para petani tidak membayar zakat.” Atau si petani datang dan berkata”Kami tidak diberi hujan disebabkan kecurangan para pedagang dalam mu’amalahnya.” Atau yang lain datang dan berkata”Kami tidak diberi hujan disebabkan kebencian dan permusuhan antar tetangga atau antar kerabat.”
Betul, semua ini adalah maksiat yang besar, ia adalah sebab tertahannya hujan dari langit, dan sebab tidak dikabulkannya do’a. Akan tetapi, siapa yang tidak terjatuh ke dalam salah satu darinya, maka mungkin terjatuh ke dalam maksiat yang lain. Maka hendaklah setiap kita memeriksa dosa-dosa kita dan bertaubat darinya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Renungan Kedua:
Sesungguhnya sekalipun besar kelalaian kita, namun ampunan Allah luas, rahmat-Nya meliputi segala sesuatu, dan bahwasanya seberapa pun dosa seorang hamba, maka ia tetap tidak boleh berputus asa dari rahmat Allah dan meninggalkan taubat. Dan sebab datangnya rahmat Allah dan turunnya hujan adalah takwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, bertaubat dari semua dosa dan amar ma’ruf nahi munkar.
Dan ketika hujan tertahan, Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memerintahkan kita untuk beristighfar dari dosa-dosa yang menjadi penyebab tertundanya hujan. Dan Dia menjanjikan –Dan Dia tidaklah mengingkari janji-Nya- hujan bagi siapa yang menekuni hal tersebut (istighfar ) dalam banyak ayat. Di antaranya adalah apa yang dikabarkan oleh Nabi Nuh 'alaihissalam dengan ucapan beliau kepada kaumnya:
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا (11) وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا (12)
” Maka aku katakan kepada mereka:"Mohonlah ampun kepada Rabbmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun" niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. ” (QS. Nuh: 10-12)
Al-Faruq (‘Umar bin al-Khaththab) radhiyallahu 'anhu membacanya di atas mimbar ketika Istisqa’ (meminta hujan), kemudian beliau berkata:
(لقد طلبتُ الغيثَ بمجاديح السماء التي يُستنزَل بها المطر)
“ Aku telah meminta hujan dengan “Majaadiihus Samaa’” yang dengannya hujan diturunkan”
Majaadiihus Samaa’ adalah bintang-bintang yang diyakini oleh bangsa Arab Jahiliyah sebagai bintang yang bisa menurunkan hujan. Maka di sini ‘Umar radhiyallahu 'anhu menyerupakan Istighfar dengan bintang-bintang tersebut karena hal itu yang dikenal oleh bangsa Arab.
Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman menghikayatkan ucapan Nabi Hud 'alaihissalam:

"وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَى قُوَّتِكُمْ وَلَا تَتَوَلَّوْا مُجْرِمِينَ".
” Dan (dia berkata):"Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Rabbmu lalu tobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa." (QS. Hud: 52)
Dan di dalam Sunan Abu Dawud dan Ibnu Majah dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma dia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"من لزم الاستغفار جعل الله له من كل ضيق مخرجا، ومن كل هم فرجا، ومن كل بلاء عافية، ويرزقكم من حيث لا تحتسبون".
”Barangsiapa yang senantiasa ber-istighfar, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberikan jalan keluar terhadap setiap kesulitan yang dihadapinya, kesembuhanan pada saat keresahan, serta Allah akan memberinya rizki dari jalan yang tidak diduga-duga olehnya.”
Wahai saudara kami yang mulia, sesungguhnya jalan yang paling singkat untuk mendatangkan hujan adalah taubat dan inabah (kembali) kepada Allah, membersihkan diri (jiwa), rumah dan pasar dari hal-hal yang mendatangkan kemurkaan Allah, serta dengan memperbanyak istighfar.
Maka mintalah secara berulang-ulang dan terus-menerus kepada Allah, karena Rabb kalian tidak bosan dengan pengulangan permintaan hamba-Nya yang membutuhkan. Dan mintalah kemurahan kepada Rabb kalian dari perbendaharaannya yang penuh, yang tidak akan habis disebabkan banyaknya karunia yang Dia berikan.
Oleh sebab itu Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam telah mensyari’atkan kepada kita ketika terlambatnya turun hujan untuk melakukan shalat Istisqa’, atau berdo’a di atas mimbar pada hari jum’at, atau hanya dengan do’a saja pada waktu sujud, atau di penghujung akhir shalat. Dan dalam keadaan apapun maka semua itu boleh dan bagus. Hal itu disyari’atkan agar manusia kembali kepada Rabb mereka, dan bertaubat dari dosa-dosa mereka.
Dan Istighfar bukan sekedar lafazh yang diucapkan oleh lisan, dan shalat Istisqa bukan sekedar adat yang dilakukan di negeri-negeri kaum Muslimin sebagai kebiasaan, akan tetapi keduanya adalah taubat, penyesalan, ibadah dan ketundukkan kepada Rabb semesta alam, serta perubahan dari suatu keadaan kepada keadaan lain. Dan hendaknya keadaan kaum Muslimin setelah shalat Istisqa’ lebih baik di bandingkan keadaan mereka sebelumnya, jika memang mereka benar-benar jujur dalam taubat, dan mengakui dosa-dosa mereka.
Dahulu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengangkat tangannya meminta hujan, dan tidak berlalu waktu yang lama melainkan terbentuklah awan, dan turunlah hujan mengaliri lembah-lembah dan celah-celah pegunungan. Hal itu karena beliau shallallahu 'alaihi wasallam jujur kepada Rabbnya. Demikan juga para Khulafa Rasyidin dan manusia sampai beberapa waktu yang lalu, mereka senantiasa meminta hujan kepada Allah lalu mereka dikaruniai hujan karena kejujuran mereka kepada Allah di dalam taubat mereka dan harapan mereka di dalam do’a mereka.
Adapun jika do’a diucapkan dengan lisan yang dusta, hati yang lalai, perbuatan yang rusak dan mereka terus-menerus bertahan dalam dosa dan kemaksiatan, tidak mau merubah keadaan mereka. Maka mereka bisa jadi tidak dikabulkan do’a mereka.
Oleh sebab itu, anda sekalian melihat manusia pada tahun-tahun terakhir ini meminta hujan berkali-kali namun tidak dikabulkan permintaan mereka. Bukan karena habisnya perbendaharaan (kekayaan) Allah, akan tetapi karena dosa manusia dan kemaksiatan mereka. Dari Tsauban radhiyallahu 'anhu bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إن الرجل ليحرم الرزق بالذنب يصيبُه .رواه النسائي وابن حبان في صحيحه
Sesungguhnya seseorang dihalangi dari rizki disebabkan dosa yang dikerjakannya.”(HR. Imam an-Nasa’i, dan Ibnu Hibban dan dishahihkan olehnya)
Maka Allah tidak merubah kelapangan manusia menjadi kesempitan, kesehatan mereka menjadi sakit karena Dia ingin menyiksa dan menyakiti hamba-Nya. Tidak demikian, sekali-kali tidak demikian, sesungguhnya Dia Mahabaik terhadap hamba-hamba-Nya, mencurahkan kepada mereka kemurahannya, meliputi mereka dengan penjagaan-Nya, dan memberikan rizki kepada mereka siang dan malam. Akan tetapi manusia hanya bisa mengambil dan tidak bisa bersyukur, bergembira dengan kenikmatan-kenikmatan tanpa mengingat Sang Pemberi nikmat tersebut. Dan ketika pengingkaran mereka sudah sampai batas ini maka Allah jadikan bagi mereka sebagian hukuman yang menggiring mereka untuk kembali kepada Sang Pencipta dan berlepas diri dari dosa-dosa dan kehinaan mereka.
Renungan Ketiga:
Sesungguhnya seorang muslim yang hatinya diberi cahaya oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala melihat dengan perasaan takut akan banyaknya shalat Istisqa’ yang kita lakukan namun sedikit hujan yang diturunkan. Dan tidak ragu lagi bahwa di antara orang-orang yang berdo’a ada orang-orang shalih.
Saudaraku karena Allah, hendaknya kita perhatikan berapa banyak mereka yang hadir dalam shalat Istisqa’, kemudian yang hadir, apakah mereka mempersiapkan diri untuk shalat Istisqa’ dengan persiapan yang sebenarnya, yaitu mereka bertaubat dan meninggalkan kesalahan-kesalahan dan dosa-dosa mereka?
Ataukah mereka menghadirinya sebagaimana mereka pergi untuk rekreasi, dan tidak merubah keadaan mereka? Dan sesungguhnya di antara mereka ada yang mengangkat tangan mereka berdo’a kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, namun tangan-tangan tersebut berlumuran dengan riba, atau memakan harta anak yatim dan orang lemah, atau dosa-dosa dan kesalahan yang lain.
Apakah mereka keluar (untuk shalat Istisqa’) hanya untuk menjalankan sunnah saja, ataukah mereka keluar dalam keadaan telah merasakan dan menyadari makna ketundukkan, dan menampakan kehinaan dan sikap butuh kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala?
Renungan Keempat:
Allah Yang Mahabijaksana dan Mahamengetahui berfirman:

:"إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ"
”...Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. ….”(QS. Ar-Ra’d: 11)
Dan ketika seseorang memperhatikan apa yang berubah pada masyarakat sehingga hujan terlambat turun, maka ia akan mendapati hal yang mengherankan. Apakah para rentenir (orang-orang yang memakan riba) sudah berhenti dari memakan riba? Apakah orang yang meninggalkan shalat di masjid sudah berhenti dari perbuatannya dan sudah shalat bersama jama’ah? Apakah manusia sudah membersihkan rumah-rumah mereka dari sarana-saran yang merusak aqidah dan akhlak mereka dan sudah mengganti perbuatan keji dan buruk mereka dengan membaca al-Qur’an? Apakah para wanita sudah berhijab dan menutup aurat mereka? Apakah mereka sudah menyambung tali kekerabatan (silaturahim) di antara mereka? Apakah mereka sudah berbuat baik terhadap tetangga mereka? Dan apakah orang kaya mereka sudah menunaikan zakat hartanya?
Jika ia atau sebagiannya maka al-Hamdulillah, dan jika belum/tidak maka Laa Haula Walla Quwata Illa Billaah.
Renungan Kelima:
Sesungguhnya tertahannya hujan dan terlambatnya turun adalah salah satu ujian dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ"
” Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.”(QS. Al-Baqarah: 155)
Maka hendaknya seorang muslim bersabar, khususnya orang-orang yang menderita karenanya (menderita karena kemarau) seperti para petani dan pemilik binatang ternak, maka bagi mereka pahala yang besar atas kesabaran mereka. Dan tidak boleh baginya untuk marah (tidak ridha) karena terlambatnya hujan, karena kemarahan akan mengilangkan pahala dan tidak bisa mempercepat datangnya hajat mereka.
Renungan Kenaam:
Saudara yang mulia, Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengbarakan dalam banyak ayat dalam al-Qur’an, bahwasanya Dia lah satu-satunya yang menguasai hujan dan yang menurunkannya, dan bahwasanya jka Dia menahannya dari kita, maka tidak ada satupun kekuatan yang bisa menurunkannya:
أَمْ مَنْ هَذَا الَّذِي يَرْزُقُكُمْ إِنْ أَمْسَكَ رِزْقَهُ بَلْ لَجُّوا فِي عُتُوٍّ وَنُفُورٍ (21)
” Atau siapakah dia ini yang memberi kamu rizki jika Allah menahan rizki-Nya? Sebenarnya mereka terus menerus dalam kesombongan dan menjauhkan diri." (QS. Al-Mulk: 21)
Dan Dia Jalla wa ‘Ala berfirman:
وَأَرْسَلْنَا الرِّيَاحَ لَوَاقِحَ فَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَسْقَيْنَاكُمُوهُ وَمَا أَنْتُمْ لَهُ بِخَازِنِينَ (22)
” Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu,dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya." (QS. Al-Hijr: 22)
Dan makna فأسقيناكموه adalah kami menjadikannya (air hujan) tawar bagi kalian, memungkinkan bagi kalian untuk meminumnya, seandainya Kami mau maka kami jadikan ia asin, tidak memungkinkan kalian untuk meminumnya. Sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Waqi’ah.
Dan makna وما أنتم له بخازنين adalah Kami lah yang menurunkannya, menjaganya, menjadikannya bagi kalian sebagai mata air, dan sumber-sumber air di bumi. Dan kalau Dia Tabaraka wa Ta’ala berkehendak maka Dia akan menjadikannya meresap ke dalam bumi, dan hilang sehingga tidak ada yang mengeluarkannya selain Dia Subhanahu wa Ta'ala. Sebagaimana firman-Nya Tabaraka wa Ta’ala dalam surat al-Mulk ketika memperingatkan hamba-hamba-Nya:
"قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ أَصْبَحَ مَاؤُكُمْ غَوْرًا فَمَنْ يَأْتِيكُمْ بِمَاءٍ مَعِينٍ"
” Katakanlah:"Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering; maka siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?." (QS. Al-Mulk: 30)
Sesungguhnya Dzat yang mampu menahan hujan mampu untuk mengeringkan air dari sumur-sumur, sehingga manusia tidak mampu mendapatkannya sebesar apapun usaha yang dikerahkan untuk mencari dan mendapatkannya hingga mereka binasa karena kekeringan, binasa binatang ternak dan perkebunan mereka. Wal ‘Iyaadzu Billaah.
Kemudian sumur-sumur ini ada yang menjadi sangat asin, ada yang pahit dan sebagian besarnya tidak layak digunakan oleh manusia. Apakah ini karena habisnya perbendaharaan (kekayaan) Allah ataukah karena dosa-dosa dan maksiat yang sudah menjadi bagian dari balasan untuk kita? Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"أَفَرَأَيْتُمْ الْمَاءَ الَّذِي تَشْرَبُونَ أَأَنْتُمْ أَنزَلْتُمُوهُ مِنْ الْمُزْنِ أَمْ نَحْنُ الْمُنزِلُونَ لَوْ نَشَاءُ جَعَلْنَاهُ أُجَاجًا فَلَوْلَا تَشْكُرُونَ"
” Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkan Kalau kami kehendaki niscaya Kami jadikan dia asin, maka mengapakah kamu tidak bersyukur." (QS. Al-Waaqi’ah: 68-70)
Maka bertakwalah kepada Allah wahai para hamba Allah, takutlah terhadap ancaman-ancaman Allah ini, bertaubatlah kepada Allah, dan berdo’alah kepada-Nya agar menurunkan hujan kepada kalian, karena Dia Mahadekat dan mengabulkan do’a orang-orang yang memintanya, dan tidak akan rugi orang yang berharap kepada-Nya.
Dan hati-hatilah kalian terhadap kerasnya hati ketika turun musibah, karena sesungguhnya ia adalah sebab kebinasaan dan kehancuran. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

(وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا إِلَى أُمَمٍ مِنْ قَبْلِكَ فَأَخَذْنَاهُمْ بِالْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ لَعَلَّهُمْ يَتَضَرَّعُونَ" فَلَوْلَا إِذْ جَاءَهُمْ بَأْسُنَا تَضَرَّعُوا وَلَكِنْ قَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ" فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ"
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat yang sebelum kamu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka bermohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri.
Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras dan syaitanpun menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka kerjakan. Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka gembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa."
(QS. Al- An’aam: 42-44)
Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala mencela kaum yang turun kepada mereka musibah dan kesusahan namun tidak mengambil pelajaran darinya, tidak kembali kepada-Nya ketika berfirman:

"وَلَقَدْ أَخَذْنَاهُمْ بِالْعَذَابِ فَمَا اسْتَكَانُوا لِرَبِّهِمْ وَمَا يَتَضَرَّعُونَ"
"Dan sesungguhnya Kami telah menimpakan azab kepada mereka, maka mereka tidak tunduk kepada Rabb mereka, dan (juga) tidak memohon (kepada-Nya) dengan merendahkan diri." (QS. Al-Mu’minun: 76)
Dan semoga Shalawat dan Salam tercurah kepada Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam

Spread The Love, Share Our Article

Related Posts

No Response to "Renungan Di Musim Kemarau"

Add Your Comment